Resolusi Travelling ke Jawa Tengah Pasca Pandemi

Mau jalan-jalan ke mana setelah pandemi usai?

Resolusi Travelling Pasca Pandemi

Mau jalan-jalan ke mana setelah pandemi usai?

Ya, jika pertanyaan ini dilempar kepada saya dan istri. Kami akan menjawab dengan pasti, Jawa Tengah. Jawa Tengah kan luas dan banyak? Betul, tujuan travelling kami memang banyak :D

"Sayang, setelah pandemi berakhir, kita jalan-jalan ke Klaten ya. Nanti kita ke rumah Mbah, sekalian ke Umbul Ponggok, sekalian ke Jogja, sekalian ke Semarang, sekalian ke Jepara, terus jalan-jalan ke Karimunjawa", usul istri saya.

Iya, banyak sekali "sekalian-sekalian"-nya karena memang ada banyak sekali destinasi travelling yang bisa dikunjungi di provinsi ini.

Khusus Jogja, daerah ini memang tidak terletak di Jawa Tengah, tapi kita semua tahu, siapa yang tidak ingin ke Jogja? Kota yang tercipta dari serpihan-serpihan rindu yang membuat semua orang selalu ingin kembali ke sana.

Niat untuk jalan-jalan ke daerah Jawa Tengah memang bukan tanpa alasan. Alasan silaturrahmi menjadi yang utama karena ada banyak keluarga dari istri yang tinggal di sana dan belum pernah saya temui sekalipun seumur hidup pasca menikah di masa pandemi. Penyebabnya sudah pasti, seperti yang tertulis pada kata terakhir di kalimat sebelumnya, pandemi.

Dengan modal awal “silaturrahmi”, terlahirlah rencana lanjutan untuk jalan-jalan ke Umbul Ponggok, Kota Jogja, Semarang, Jepara, dan Karimunjawa. Mindset saya, dan mungkin juga kebanyakan orang di Kalimantan, sekali ke luar dari pulau Kalimantan untuk jalan-jalan, rasanya tanggung jika hanya mengunjungi 1-2 destinasi saja, mengingat biaya transportasi menggunakan pesawat terbang yang bisa dikatakan tidak murah. Jadi, harus ada sekalian-sekaliannya agar pengeluaran travelling untuk biaya pesawat terbang menjadi lebih optimal. Oleh karena itu, niat jalan-jalan untuk silaturrahmi dan perintilan-perintilannya yang sekalian itu memang sangat beralasan.

Baiklah, setelah niat silaturrahmi + travelling disepakati, langkah penting sebelum semuanya di mulai adalah planning atau perencanaan. Dengan perencanaan yang baik, tentu perjalanan akan menjadi lebih terorganisir, nyaman, dan yang pasti bisa menghemat pengeluaran selama travelling. Untuk itu, "Sayang, mari ke ke atas ranjang untuk riset dan mengkhayal" ucap saya ke istri.

Saya dan istri memang terbiasa dan suka mengkhayal bersama di atas ranjang. Membayangkan segala hal menyenangkan yang berujung dengan lukisan senyum di wajah. It means kami bahagia. Yaah, dopamin bekerja dengan caranya meskipun hanya dengan modal imajinasi.

Sekarang, mari masuk ke dalam mode imajinasi travelling saya dan istri.

Pra-Eksplorasi Jawa Tengah: Jogja, I'm coming!

Ilustrasi perjalanan dari Banjarbaru ke Yogyakarta
Ilustrasi perjalanan dari Banjarbaru ke Yogyakarta

Eksplorasi Jawa Tengah dimulai dari kami menginjakkan kaki di atas tanah Bandara Internasional Yogyakarta milik provinsi tetangga istimewa di Kulon Progo. Dari sana, kami akan menuju pusat kota Jogja dengan naik shuttle bus Damri menuju Stasiun Wojo dan memilih kereta api menuju Stasiun Tugu yang kabarnya sudah akan beroperasi mulai tanggal 17 Agustus 2021 nanti, tepat pada hari kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) yang ke-76.

Sesampainya di Stasiun Tugu, perjalanan dilanjutkan menggunakan becak menuju ke Malioboro, sembari berkeliling di kawasan Alun-Alun Kidul yang terletak di bagian Selatan Keraton Jogja.

FYI, di Alun-Alun Kidul ini terdapat permainan unik yang bersumber dari tradisi atau mitos di Jogja yang ingin sekali saya coba. Namanya adalah Masangin, singkatan dari masuk dua beringin.

Pohon beringin di Alun-Alun Kidul Yogyakarta
Pohon beringin di Alun-Alun Kidul Yogyakarta [Gambar oleh Christophe95 di Wikimedia]

Silakan lihat dua pohon beringin yang ada pada gambar di atas.

Permainan Masangin melibatkan dua pohon beringin tersebut. Aturan mainnya sangat sederhana, kita hanya perlu menutup mata lalu berjalan lurus sekitar 20 meter dari depan Sasono Hinggil menuju ke tengah-tengah pohon beringin, lalu permainan berakhir. Sesederhana itu dan terdengar mudah, bukan?

Ya, memang terdengar mudah. Namun kabarnya, banyak sekali orang yang berusaha berjalan lurus, tetapi malah berbelok ke berbagai arah dan jauh dari tujuan. Dipercaya, hanya orang berhati bersih yang bisa melewatinya.

Dalam pengertian yang lebih luas, permainan ini menyampaikan pesan bahwa untuk mencapai apa yang diinginkan, maka kita harus berusaha keras dan tetap menjaga kebersihan hati.

Untuk mencoba permainan ini, kita bisa menyewa penutup mata seharga Rp5.000. Namun, yang perlu diingat, Masangin hanya sekadar sebuah permainan ya.

Eksplorasi Jawa Tengah Dimulai

Ilustrasi perjalanan dari Yogyakarta ke Klaten
Ilustrasi perjalanan dari Yogyakarta ke Klaten

Perjalanan berlanjut, dengan memanfaatkan koneksi a.k.a numpang dengan keluarga yang ada di Klaten. Kami melanjutkan eksplorasi dengan modal jemputan mobil keluarga untuk mengarungi perjalanan darat dari Yogyakarta menuju Klaten.

Tentunya, perjalanan ini tidak hanya sekadar berangkat naik mobil dari Jogja dan turun di Klaten. Lebih dari itu. Berdasarkan rekomendasi dari istri, setidaknya ada 3 tempat yang akan kami singgahi sebelum sampai rumah Mbah di Kecamatan Polanharjo, Klaten.

"Breem breeem ngeeeeeng", mobil melaju ke destinasi pertama kami di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Candi Prambanan, candi dengan legenda mahar yang tidak terselesaikan antara Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang. Di komplek Candi Prambanan ada museum yang bisa dikunjungi secara gratis bagi yang ingin mempelajari bagaimana sejarah dari Candi Rorojonggrang ini.

Setelah puas dengan Candi Prambanan, perjalanan dilanjutkan menuju destinasi selanjutnya yang tidak jauh dari Komplek Candi Prambanan, yaitu Kraton Ratu Boko yang menurut legenda merupakan reruntuhan dari istana kerajaan Ratu Boko, ayah dari Roro Jonggrang, yang dibunuh oleh Bandung Bondowoso.

Oh ya, perlu diperhatikan, Bandung Bondowoso – Roro Jonggrang – Ratu Boko, itu semua saya sebutkan sebagai legenda, bukan fakta.

Memang, ada banyak sekali referensi dan cerita yang saya dengar tentang bagaimana kisah sejarah dibalik kemegahan Candi Prambanan ini. Namun, melihat sesuatu secara langsung sekali lebih baik daripada mendengarnya seribu kali, bukan kah begitu?

Cukup dengan wisata sejarahnya, sekarang waktunya main air sekalian mandi sore. Kami melanjutkan perjalanan ke Umbul Ponggok yang terletak di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, dekat dengan rumah Mbah.

Sekilas informasi bagi yang belum tahu apa itu Umbul Ponggok, berdasarkan informasi yang saya baca di internet dan pengalaman istri yang hampir pernah ke sana.

Umbul Ponggok merupakan wisata air berupa mata air yang dimanfaatkan menjadi objek wisata, pemandian, dan snorkeling. Mata airnya terletak pada dasar kolam dan terus mengalirkan air sehingga air di kolam Umbul Ponggok cenderung jernih. Pada dasar kolam terdapat ikan dan batu-batuan sehingga kolam Umbul Ponggok kerap digunakan sebagai lokasi foto di bawah air.

Saya tertarik ke sini karena ingin merasakan sensasi snorkeling tanpa takut terbawa gelombang laut karena Umbul Ponggok memang bukanlah laut 😀

Selain itu, saya juga penasaran bagaimana cara pengelolaan tempat ini hingga bisa menjadi tempat wisata yang viral. Mungkin ada ilmu menarik yang bisa didapatkan di sana untuk diterapkan di kampung halaman saya, mengingat kampung asli halaman saya di Alabio (dan sekitarnya) yang terkenal dengan sumber airnya yang melimpah. Yaah, anggaplah studi banding ala ala 😀

Puas berfoto di tempat yang instagram-able, sekarang waktunya pulang untuk melanjutkan misi utama kami datang ke Pulau Jawa, yaitu silaturrahmi.

Misi Utama: Silaturrahmi

"Assalamu'alaikum, saya Muhrid", ucap saya kepada keluarga istri di Klaten sembari menampilkan senyum indah tanpa balutan masker, kemudian merangkul Mbah dan keluarga yang ada di sana.

Tidak ada protokol kesehatan menggunakan masker dan jaga jarak lagi. Pandemi telah usai, “Alhamdulillah”, ucap saya suatu saat nanti.

Puas bercengkerama dengan keluarga, saatnya istirahat untuk mengisi ulang energi yang akan kami gunakan untuk eksplorasi keesokan harinya.

Mission almost completed.

Oh ya, ada 1 misi kecil rahasia yang belum saya ceritakan. Saya ingin makan anggur yang saya petik langsung dari pohon di halaman depan rumah Mbah. Jika itu sudah terpenuhi, maka mission absolutely completed.

Mission Completed: Lanjut Eksplorasi

Malam berganti siang, habis gelap terbitlah terang. Hari ini, eksplorasi dilanjutkan dengan menjelajahi Jawa Tengah bagian Utara. Tujuan kami selanjutnya adalah Jepara, kota kelahiran Raden Ajeng Kartini, pahlawan emansipasi wanita, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Karimunjawa.

BTW, pada bagian ini sempat terjadi kebimbangan kecil, apakah menggunakan rute Klaten – Semarang – Karimunjawa atau Klaten – Semarang – Jepara – Karimunjawa. Setelah riset lebih lanjut, akhirnya kami memutuskan untuk memilih rute Klaten – Semarang – Jepara – Karimunjawa karena minimnya informasi terkait jadwal pelayaran dari Semarang ke Karimunjawa. Sebagian sumber bahkan ada yang menyebutkan bahwa pelayaran dari Semarang ke Karimunjawa hanya 2 kali dalam sebulan [CMIIW]. Jika informasi tersebut benar, tentu akan membuat kami kesulitan untuk mengatur jadwal travelling jika harus memilih dan menyesuaikan dengan jadwal di rute tersebut. Berbeda dengan jalur Jepara – Karimunjawa yang lebih fleksibel karena jadwal pelayaran pulang-pergi yang hampir ada setiap hari.

Setelah sepakat dengan rute Klaten – Semarang – Jepara – Karimunjawa. Mode mengkhayal kembali dilanjutkan.

Perjalanan dimulai dari Stasiun Klaten menuju Stasiun Semarangtawang di Semarang dengan waktu tempuh sekitar 7 jam yang bisa kami manfaatkan untuk beristirahat. Sesampainya di Semarang, perjalanan dilanjutkan dengan bus menuju terminal Jepara yang dekat dengan Alun-Alun Jepara.

Sebelum melanjutkan perjalanan, kami perlu istirahat terlebih dahulu untuk meratakan kembali tulang belakang yang sudah tak karuan selama perjalanan Klaten – Semarang – Jepara di hotel di Jepara. Untungnya, kami bisa memanfaatkan fasilitas penginapan murah dan terstandar ala RedDoorz mengingat kami sudah tidak memiliki privilege menginap gratis lagi di Jepara karena tidak ada keluarga yang tinggal di kota ini 😀

Bulan Madu yang Tertunda

Ilustrasi perjalanan dari Jepara ke Karimunjawa
Ilustrasi perjalanan dari Jepara ke Karimunjawa

Destinasi terakhir sebelum kembali ke rutinitas di Pulau Kalimantan, waktunya kami menikmati bulan madu yang tertunda di salah satu surga tersembunyi di Selat Jawa, Pulau Karimunjawa.

Pulau yang kabarnya jarang ada pengendara motor yang mengunci motor mereka selama berada di pulau ini.

Pulau yang kabarnya tidak mungkin tersesat karena jalan utama di pulau ini hanya satu dan memanjang dari ujung utara ke ujung selatan.

Apakah kabar itu benar adanya? Mari kita buktikan setelah pandemi usai.

Selain mencari pembuktian kabar yang telah saya sebutkan di atas. Tentu ada banyak kegiatan lain seperti snorkeling, scuba diving, hiking, menikmati tenangnya ombak, sunset, dan sunrise, serta jalan-jalan ke tempat konservasi hutan bakau dan Pulau Cemara Besar.

Namun, ada satu hal yang sangat saya sayangkan. Sekarang, tidak ada lagi atraksi wisata berenang dengan ikan hiu karena tempat ini telah ditutup secara permanen akibat adanya kasus kematian ratusan hiu secara mendadak.

Padahal, sebelumnya saya sangat ingin menikmati sensasi berenang dan berfoto bersama hiu-hiu jinak yang ada di sana.

Liburan Hampir Berakhir: Waktunya Eksplorasi Kota Semarang

Ilustrasi perjalanan dari Karimunjawa ke Semarang
Ilustrasi perjalanan dari Karimunjawa ke Semarang

Puas dengan kehidupan dunia laut, sekarang waktunya kami pulang ke Kalimantan, tapi ada baiknya eksplorasi Semarang terlebih dahulu.

Dari Karimunjawa, kami akan berlayar kembali ke Jepara, kemudian berangkat menuju Semarang dengan metode transportasi yang sama seperti saat kami tiba pertama kali di Jepara.

Di Semarang, ada beberapa destinasi yang ingin kami kunjungi:

Toko Oen, rumah makan nostalgia ala kolonial. Saya tertarik datang ke restoran ini untuk memuaskan rasa penasaran akan cita rasa es krim legendaris Indonesia yang cukup terkenal di sana.

Lawang Sewu, yang penuh dengan aroma mistisnya. Bangunan tua di Kota Semarang ini masuk ke dalam daftar sepuluh tempat berhantu menyeramkan di dunia yang direkomendasikan Local Guides, salah satu fitur Google Maps.

Kota Lama Semarang, The Little Netherland. Kapsul waktu di tengah Kota Semarang, ada banyak spot yang menjadi saksi bisu sejarah Indonesia di masa kolonial. Dan tentunya, daerah ini sangat instagram-able.

Beberapa destinasi yang ingin kami tuju di Semarang ini memang identik dengan sejarah. Sengaja dipilih untuk menyadarkan agar kami bisa lebih menghargai masa lalu.

Ingat, jangan takut dengan sejarah, masa lalu ada untuk dihargai dan diingat, tapi tentu dengan cara yang tidak menyakitkan.

Saatnya Pulang ke Kalimantan

Dengan melangkahnya kaki kami pada tangga pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dengan tujuan Bandara Internasional Syamsudin Noor di Banjarbaru, resmi sudah berakhirnya kegiatan imajinasi eksplorasi Jawa Tengah ala saya dan istri. Saatnya terbangun dari mode imajinasi dan masuk mode bersabar menunggu pandemi usai suatu saat nanti untuk mewujudkan mimpi dan rencana travelling kami.

——-

Sebenarnya bisa saja jika memaksa ingin travelling di masa pandemi, tapi tentu, ada hal lain yang harus dipikirkan, terlebih lagi sanak keluarga di rumah. Saya dan istri tentu tidak ingin pulang ke rumah membawa oleh-oleh virus.

Belum lagi, saya dan istri yang saat ini bekerja di sektor kesehatan. Salah satu sektor yang paling sibuk di masa pandemi ini. Dengan alasan kemanusiaan dan profesionalitas pekerjaan, tidak mungkin rasanya jika kami memaksa mengambil jatah libur untuk menghirup udara bebas, sementara di rumah sakit banyak orang yang lemah tak berdaya tidak bisa menghirup nafas dengan bebas.

——-

Untuk itu, sebelum kami (dan juga Anda) mulai menjalankan rencana travelling yang sudah dibuat sebelum adanya pandemi ini, mari kita bersama-sama melawan dan melewati masa pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan.

Resep suksesnya hanya satu, yaitu adanya kerja sama dari semua komponen, pimpinan daerah, dan anggota masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, baik secara individu ataupun kolektif, baik dalam edukasi, pemberlakuan sanksi, maupun penerapan protokol kesehatan.

Setelah pandemi ini berakhir, silakan dan selamat menjalankan agendanya masing-masing.

Saya sendiri, justru punya banyak jawaban jika ditanya mau jalan-jalan ke mana setelah pandemi usai.

Saya sangat tertarik dengan budaya Melayu dan Minangkabau. Entah kenapa, saya merasa ada beberapa kesamaan bahasa dan dialek di kampung halaman saya dengan bahasa Melayu dan Minang. Untuk itu, saya akan buktikan setelah bertemu langsung dengan para native speaker dari bahasa Melayu dan Minang di pulau ujung barat-nya Indonesia ini, Sumatera.

Selain itu, saya juga sangat berkeinginan untuk mengunjungi daerah paling utara Indonesia yang berbatasan langsung dengan Filipina. Miangas, pulau Indonesia yang lebih dekat ke Filipina.

Tak hanya itu. Keinginan hati ini untuk mengunjungi Indonesia Timur juga tak pernah luntur. Keindahan alam, logat, dan bahasa yang membuat saya senang ketika mendengarnya. Yah, suatu saat nanti saya ingin menginjakkan kaki di tanah Indonesia Timur.

Mari wujudkan semua rencana travelling kita satu per satu, setelah pandemi usai, secepatnya.