Pengalaman Menyebarkan Brosur PIO-LM UNLAM

Perbaruan: 10 Juni 2018 © Protected by COPYSCAPE

Di tengah sibuknya menjalankan tuntutan profesi (menulis laporan praktikum), Alhamdulillah masih sempat mengurus blog pribadi ini. Pada tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman menyebarkan brosur PIO-LM UNLAM yang saya ambil dari tugas saya membuat artikel PIO. Jadi, sekelagi merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui 🙂

Minggu, 17 November 2013. Sedikit banyak yang bisa ku ceritakan untuk hari ini, saat dimana agenda pertama PIO-LM Universitas Lambung Mangkurat mulai berjalan, dengan aku sebagai PIOners baru yang akan berjuang untuk memperkenalkan PIO-LM UNLAM kepada masyarakat luas. Tujuan kami jelas, agar masyarakat tahu tentang keberadaan kami yang telah ‘bangkit’ kembali dan siap untuk mengabdi dengan memberikan berbagai informasi obat kepada mereka. Agenda ini kami laksanakan pada hari Minggu dari jam 6 pagi, yaitu saat sebagian mahasiswa lain masih setia dengan bantal dan guling mereka. Dengan hari yang sedikit gerimis aku bangkitkan semangat 45-ku untuk mengendarai motor menuju salah satu pusat keramaian kota Banjarbaru, yaitu Lapangan Murjani. Sesampai di sana, aku bersama PIOners yang lain mulai mendirikan sebuah stand. Stand yang nantinya akan digunakan sebagai tempat untuk memberikan informasi obat secara langsung kepada masyarakat yang berkunjung.

Pengalaman Nyebar Brosur

Saya dan rekan PIO-LM Universitas Lambung Mangkurat

Setelah semuanya terkumpul, misi mulia mulai dijalankan. Aku mulai melakukan pemanasan lidah agar nantinya mudah dalam berimprovisasi memberikan informasi obat kepada masyarakat. Cus, kaki ini langsung meluncur menjauh dari stand PIO untuk mencari orang beruntung yang bisa mendapatkan informasi langsung dari ku. Lihat kiri-kanan, ada laki-laki dewasa dengan kumisnya yang tebal duduk di pinggir jalan. Aku mulai menghampiri dan mulai bersilat lidah untuk menyampaikan kata-kata yang sebenarnya sudah sedikit ku latih tadi malam. Dengan sedikit basa-basi yang tidak diladeni oleh laki-laki dewasa itu, ku coba untuk menyerahkan brosur PIO-ku. Tapi, laki-laki dewasa itu langsung pergi menjauh tanpa ada kata. Oke-oke, tak apalah, aku harus ‘move on’.

Tak ada gunanya berlama-lama memikirkan laki-laki dewasa itu. Sekarang saatnya mencari target baru, pandangan kembali tertuju kepada laki-laki dewasa lain yang sedang asyik berbincang-bincang dengan teman sebayanya. Ku mulai menghampiri dan mendekati beliau. Namun belum sempurna kata “Permisi” yang ingin ku ucapkan, beliau sudah melambaikan tangan kanannya bak seorang Rian D’Masiv yang sedang bernyanyi di atas panggung sebagai tanda penolakan dan tidak ingin diganggu. Oke, cukup, aku sudah kecewa dengan masyarakat, apa yang salah denganku? Tidak terlihat menarik? Padahal aku sudah mandi dan menghabiskan waktu sekitar 300 detik untuk “berdandan”. Ya sudahlah, saatnya kembali ke stand untuk sedikit mencurahkan rasa kecewa ini kepada PIOners yang mau mendengarkan.

Tiba di stand, ku mulai curahkan semuanya dengan ka Bahar, dan alhamdulillah beliau berinisiatif menemaniku untuk ‘lagi’ membagikan brosur kepada masyarakat. Tak-tak-tak, bunyi langkah kaki kami berdua menelusuri jalanan Murjani.

“Itu, itu” kata ka Bahar sambil mengarahkan tangan kepada laki-laki dewasa yang sedang berjalan dengan santai. Ku mulai menghampiri beliau dan alhamdulillah, respon baik yang beliau berikan. Terima kasih Tuan, sampai kapanpun beliau akan selalu ku ingat sebagai orang pertama yang memberikan senyuman saat debut pertama ku membagikan brosur sebagai PIOners. Terima kasih Allah, ka Bahar, dan orang baik yang baru aku kenal, kalian memberikanku pengalaman terindah dalam dunia membagi brosur 😀

Kepercayaan diri meningkat. Satu, dua, empat, dan tujuh brosur pun habis ku bagikan kepada mereka yang berhati baik. Mereka yang berhati baik adalah orang yang memberikan ku respon positif saat aku membagikan brosur PIO. Dari anak MTs yang ku panggil kakak, hingga bapak-bapak yang tanpa sengaja ku panggil ‘mbak’. Terima kasih untuk kalian semua yang sudah memberikan beberapa jam yang indah setelah beberapa menit yang kelam. “Habis gelap terbitlah terang”.

Satu dari banyak hal yang ku dapat hari ini, sekarang aku tahu bagaimana perasaan dari seorang sales yang ada di jalan-jalan, mall-mall, dan bahkan yang datang ke rumah, yang kata-kata mereka selalu tidak pernah ku tanggapi dengan baik. Entah karma atau apa, yang pasti aku sudah berubah dan saat jalan-jalan sehabis acara PIO selesai. Aku selalu berusaha memberikan respon yang baik dan senyum yang manis kepada setiap sales yang membagikanku brosur tentang produk mereka.

Pelajaran yang bisa dipetik

Jadi, pelajaran yang bisa Anda petik dari cerita saya ini adalah bersikaplah baik kepada semua orang. Siapapun orangnya, termasuk sales yang membagikan brosur produk mereka. Ramahlah terhadap mereka, karena mereka juga memiliki hati 😀

Komentar pada artikel "Pengalaman Menyebarkan Brosur PIO-LM UNLAM"

Klik bagian ini untuk membuka riwayat komentar
Belum ada riwayat komentar pada postingan ini. Jadilah yang pertama memberikan komentar atau pertanyaan melalui form komentar di bawah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *